Ψ Konsep Sehat → Berbicara manusia
berarti berbicara pula mengenai kehidupan, sebab manusia merupakan makhluk
hidup yang sejatinya akan selalu mempertahankan kehidupannya, oleh karena itu
manusia juga terkait erat dengan masalah kesehatan. Maka dari itu perlu bagi
kita mengetahui tentang konsep sehat.
Sehari-hari
kita menggunakan istilah sehat wal afiat untuk
menyebut
kondisi kesehatan yang prima, tetapi jika kita merujuk kepada asal istilah itu
yakni “as shihhah wa al ‘afiyah” di situ ada dua
dimensi pengertian. Kata “Sehat” merujuk pada fungsi, sedangkan kata “afiat”
merujuk kepada kesesuaian dengan maksud pencipta.
(Sumber : Rochman, K.L. 2010. Kesehatan Mental. Purwokerto : Fajar Media Press)
Konsep
sehat sendiri ditinjau berdasarkan sudut pandang yang berbeda dibagi menjadi
dua:
1. Konsep
sehat dipandang dari sudut fisik secara individu dan
2. Konsep
sehat dipandang dari sudut ekologi
Konsep
sehat secara fisik dan bersifat individu ialah “seseorang dikatakan sehat bila
semua organ tubuh dapat berfungsi dalam batas-batas normal sesuai dengan umur
dan jenis kelamin”. Kesulitan yang dihadapi konsep ini adalah penentuan
“normal” masih belum dapat dibakukan
Konsep
sehat berdasarkan ekologi ialah “sehat berarti proses penyesuaian antara
individu dengan lingkungannya. Proses penyesuaian ini berjalan terus menerus
dan berubah-ubah sesuai dengan perubahan lingkungan yang mengubah keseimbangan
ekologi dan untuk mempertahankan kesehatannya orang dituntut untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungan”. (Sumber
: Dudiarto, Eko. & Dewi, Anggraeni. 2001. Pengantar Epidemologi. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC)
Ψ Sejarah Kesehatan mental → Karena dari
pembahasan diatas kita sudah mengetahui mengenai konsep sehat maka selanjutnya
pembahasan akan beralih ke tema tentang kesehatan mental yang memang merupakan pembahasan
pokok yang saya tulis kali ini. Langgulung (dalam Rochman, L.k., 2010: 3)
mengatakan secara umum secara historis kajian kesehatan mental dibagi menjadi
dua periode, yaitu periode pra-ilmiah dan periode ilmiah. Disini saya mencoba
membahas beberapa periode tersebut secara ringkas.
1. Periode
Pra-ilmiah
Sikap
terhadap gangguan kepribadian atau mental telah muncul dalam konsep primitif
animisme, awalnya orang yunani percaya
bahwa gangguan mental terjadi karena Dewa marah dan membawa pergi jiwanya.
Kemudian pandangan ini berubah pada Zaman Hipocrates (460-467) menjadi
naturalisme, pandangan naturalistik ini
kemudian dikembangkan oleh Galen yang selanjutnya banyak dipergunakan oleh
orang-orang kristen. Seorang dokter dari Prancis bernama Philipe Pinel juga
pernah menggunakan filsafat politik dan sosial untuk memecahkan problem
penyakit mental.
2. Periode
Ilmiah
Pada
era ini, terjadi perubahan besar dalam memendang sikap dan pengobatan gangguan
mental, dari yang tadinya bersifat irrasional seperti animisme atau tradisional
menjadi ilmiah atau rasional. Itu semua terjadi ketika psikologi abnormal serta
psikiatri mulai berkembang di Amerika Serikat sekitar tahun 1783. Ketika itu
Benyamin Rush seorang staf medis Rumah Sakit Penisylvania melakukan usaha yang
sangat berguna untuk memahami orang-orang yang mengalami gangguan mental dengan
memberikan motivasi untuk mau bekerja, rekreasi dan mencari kesenangan sehingga
tidak ada lagi perlakuan diskriminatif dengan memenjarakan penderita gangguan
mental di sel yang kurang akan ventilasi udara. Perkembangan psikologi abnormal
serta psikiatri pada akhirnya juga melahirkan mental hygiene atau kesehatan
mental yang dirintis oleh Dorothea Lynde Dix dan Clifford Whittingham Beers.
Pada tahun 1909 kesehatan mental secara formal mulai muncul, hal tersebut
diiringi dengan bermunculannya organisasi kesehatan mental yang terus bertambah
pada tahun 1950, lalu terbentuklah beberapa gerakan yang dikembangkan melalui
World Federation for Mental Health dan World Health Organization.
(Sumber
: Rochman, K.L. 2010. Kesehatan Mental. Purwokerto : Fajar
Media Press)
Ψ Pendekatan Kesehatan Mental → Dalam
kesehatan mental ada beberapa para ahli yang mengemukakan semacam orientasi
umum dan pola-pola wawasan kesehatan mental, salah satunya yaitu Saparinah
Sardli (dalam Suroso, 2001: 132) yang mengemukakan tiga orientasi kesehatan
mental.
1. Orientasi
Klasik
Seseorang
dianggap sehat bila ia tidak mempunyai keluhan tertentu seperti ketegangan,
rasa lelah, cemas, rendah diri atau perasaan tidak berguna yang semuanya
menyembulkan perasaan sakit atau rasa tidak sehat, serta mengganggu efisiensi
kegiatan sehari-hari.
2. Orientasi
Penyesuaian Diri
Seseorang
dianggap sehat mental bila ia mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan
tuntutan orang-orang lain serta lingkungan sekitarnya
3. Orientasi
Pengembangan Diri
Seseorang
dianggap mencapai taraf kesehatan jiwa, bila ia mendapat kesempatan untuk
mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan sehingga ia bisa dihargai oleh
orang lain dan dirinya sendiri.
(Sumber
: Rochman, K.L. 2010. Kesehatan Mental. Purwokerto : Fajar
Media Press)