Kamis, 28 Maret 2013

Kanfa Quotes

hhhooaamm udh lama banget ga post di blog ini -________-
okee kali ini saya mau nulis beberapa quotes berdasarkan pemikiran dan pandangan saya :p eeiitt bukan maksud mau menggurui, sok menasehati atau apapun itu loh yaa, saya cuma mau saling menyemangati aja lewat beberapa quotes ini, semoga saya dan siapapun kalian bisa sama2 tersemangati juga tersugesti oleh kalimat2 positif yaa :) Bismillah....

Ini soal mimpi kawan, setiap manusia sebagai individu sosial pada dasarnya mempunyai impiannya tersendiri demi memenuhi kebuthuhan akan aktualisasi diri, soo cekidoott :D

"Bukan soal sberapa mudah atau sberapa sulit, tp sberapa keras usaha kita meraihnya"

"Bkn soal sbrp bnyak atau sbrp hebat org lain, mlainkan sbrpa tangguh kita berjuang"

"Bkn soal sbrp pintar atau sbrp cerdas, tp sbrp kuat kita percya"

Itulah IMPIAN kawan :)

dalam meraih impian tidak jarang klita berjumpa dengan celotehan maut yang jika kita tanggapi maka emosilah yang muncul, jika sudah begitu buyarlah kita pada fokus awal mengenai apa yang ingin kita capai, makaaaa :

"Jgn tanggapi perkataan buruk seseorang tentang anda, cukup anda dengarkan saja, kemudian teruslah berlari dgn apa adanya anda, karna diri anda jauh lebh bermakna ketimbang perkataan sebatas lisan yang jelas2 tidak tau tentang diri anda walau hanya sejengkal"

"Cobalah untuk lebih menghargai diri anda, karna rasa keberhargaan pada diri dapat membuat anda bahagia sebab anda akan merasa hidup anda berguna "
 
Sekiiaaannn, semoga bermanfaat :)

Sabtu, 23 Maret 2013

Tulisan 3 (Penyesuaian Diri dan Pertumbuhan, Pertumbuhan Personal)



Ψ Penyesuaian Diri dan Pertumbuhan
            Kita mungkin sudah tidak asing lagi dengan yang dinamakan penyesuaian diri, karena setiap dari kita pasti pernah melakukan apa itu penyesuaian diri, baik dilingkungan keluarga, sekolah ataupun tempat bermain. Tapi disini saya akan mencoba menuliskan beberapa definisi dan menjelaskan apa itu penyesuaian diri menurut para ahli.
a. W.A Gerungan (1996) menyebutkan bahwa penyesuaian diri adalah mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan, tetapi juga mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan.
b. Menurut Soeharto Hoerdjan (1987) “Penyesuaian diri adalah usaha atau perilaku yang tujuannya adalah mengatasi masalah dan hambatan”

(Sumber : Sunaryo. (2002). Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC)

♪ Definisi Penyesuaian Diri
Adapun definisi mengenai penyesuaian diri yang lain yaitu → Dari segi pandangan psikologis, penyesuaian diri memiliki banyak arti, seperti pemuasan kebutuhan, keterampilan dalam menangani frustasi dan konflik, ketenangan pikiran/jiwa, atau bahkan pembentukan simtom-simtom. Itu berarti belajar bagaimana bergaul dengan baik dengan orang lain dan bagaimana menghadapi tuntutan-tuntutan pekerjaan. Tyson menyebut hal-hal seperti kemampuan untuk beradaptasi, kemampuan berafeksi, kehidupan yang seimbang, kemampuan untuk mengambil keuntungan dari pengalaman, toleransi terhadap frustasi, humor, sikap yang tidak ekstrem, objektivitas, dan lain-lain (Tyson, 1951).
            Secara sederhana penyesuaian diri dapat dikatakan sebagai proses yang melibatkan respons-respons mental dan tingkah laku yang menyebabkan individu berusaha mengulangi kebutuhan-kebutuhan, tegangan-tegangan, frustasi-frustasi, dan konflik-konflik batin serta menyelaraskan tuntutan-tuntutan batin.

♪ Konsep Penyesuaian Diri yang Baik
Setelah membahas mengenai definisi penyesuaian diri pasti kita bertanya-tanya, lalu seperti apakah penyesuaian diri yang baik itu?. Inilah sedikit jawaban dari pertanyaan tersebut → Orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik adalah orang yang memiliki respons-respons yang matang, efisien, memuaskan dan sehat. Sebaliknya, orang yang neurotic adalah orang yang sangat tidak efisien dan tidak pernah menangani tugas-tugas secara lengkap.

♪ Penyesuaian Diri adalah Relatif
Kira-kira apa yang ada dibenak anda mengenai penyesuaian diri adalah relatif? Pasti anda berfikir bahwa penyesuaian diri pada diri seseorang dikatakan relatif karena itu tergantung pada penilaian pribadi orang yang melakukan penyesuaian diri. sebenarnya pendapat anda itu tidaklah salah, tapi untuk lebih jelas dan lengkapnya penyesuaian diri adalah relatif sebagai berikut → Penyesuaian diri adalah relatif karena tidak ada orang yang dapat menyesuaikan diri secara sempurna. Penyesuaian diri harus dinilai berdasarkan kapasitas individu untuk mengubah dan menanggulangi tuntutan-tuntutan yang dihadapi dan kapasitas ini berbeda-beda menurut kepribadian dan tingkat perkembangan.

Penyesuaian Diri versus Moralitas
Pemakaian baik dan buruk menempatkan seorang psikolog dalam ilmu kesehatan mental dalam posisi untuk membuat penilaian terhadap tingkah laku yang sebenarnya diharapkan tidak dilakukan oleh seorang ilmuwan. Tetapi dapat dikemukakan di sini bahwa keputusan untuk menilai bukan sesuatu yang khas bagi bidang ilmu moral atau etika. Setiap orang dapat berbicara tentang kesehatan yang baik dan buruk, atau cuaca yang baik atau buruk dengan tidak memperhatikan pandangan moral atau etika. Kita tidak melihat tingkah laku yang tidak dapat menyesuaikan diri sebagai sesuatu yang secara moral buruk atau juga orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik sabagai teladan kebajikan yang sempurna. Kemampuan menyesuaikan diri tidak dapat disamakan dengan kebajikan, atau ketidakmampuan menyesuaikan diri disamakan dengan dosa. (Mowrer, 1960). Tetapi sering kali terjadi bahwa imoralitas merupakan akar dari ketidakmampuan menyesuaikan diri dan sudah pasti penyesuaian diri yang sehat dalam pengertian yang sangat luas harus juga mencakup kesehatan moral.

Ψ Pertumbuhan Personal
Pertumbuhan kepribadian ditingkatkan oleh banyaknya minat  terhadap pekerjaan dan kegemaran. Sulit menyesuaikan diri dengan baik terhadap tuntutan-tuntutan pekerjaan yang tidak menarik dan membosankan, dan segera pekerjaan itu menjadi hal yang tidak menyenangkan atau menjijikkan. Tetpi, kita memiliki cara tertentu untuk mengubah dan mengganti pekerjaan yang merangsang minat kita sehingga kita dapat memperoleh kepuasan terus-menerus dalam pekerjaan.

      Pertumbuhan pribadi tergantung juga pada skala nilai yang adekuat dan tujuan yang ditetapkan dengan baik, kriteria yang selalu dapat digunakan seseorang untuk menilai penyesuaian diri. Skala nilai atau filsafat hidup adalah seperangkat ide, kebenaran, keyakinan, dan prinsip membimbing seseorang dalam berpikir, bersikap, dan dalam berhubungan dengan diri sendiri dan orang lain dalam memandang kenyataan dan dalam tingkah laku sosial, moral dan agama. Seperangkat nilai inilah yang akan menentukan apakah kenyataan itu besifat mengancam, bermusuhan, sangat kuat, atau tidak patut menyesuaikan diri dengannya. Penyesuaian diri memerlukan penanganan yang efektif terhadap masalah dan stress yang terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari, dan pemecahan masalah dan stress itu akan ditentukan oleh nilai-nilai yang kita bawa berkenaan dengan situasi itu. kita seringkali mendengar orang-orang menjadi berantakan dan dengan demikian mendapat gangguan emosi dan tidak bahagia. Orang-orang tersebut tidak yakin mengenai hal yang baik atau buruk, benar atau salahh, bernilai atau tidak bernilai. Mereka tidak memiliki pengetahuan, nilai, atau prinsip yang akan menyanggupi mereka untuk mereduksikan kebimbangan atau konflik yang secara emosional sangat mengganggu.

(Sumber : Semiun, Y. (2006). Kesehatan Mental 1. Yogyakarta: Kanisius)




Tulisan 2 (Teori Kepribadian Sehat)


Dalam ilmu pikologi kita mengenal banyak sekali teori, diantara berbagai teori tersebut ada satu teori yang berhubungan erat dengan kesehatan, kepribadian, sekaligus mental manusia. Teori itu disebut dengan Teori kepribadian sehat. Karena terdapat banyak aliran dalam psikologi, definisi atau karakteristik kepribadian sehat itu sendiri pun secara otomatis berbeda-beda, dalam hal ini kepribadian sehat dijabarkan berdasarkan tiga mazhab besar psikologi, yaitu Aliran psikoanalisa, Behavioristik dan Humanistik. Sebelum masuk pada pembahasan kepribadian sehat menurut tiga mazhab, pastinya banyak yang bertanya-tanya, pribadi yang sehat tuh seperti apa sih?, jadi begini → Pribadi yang sehat adalah pribadi yang matang, yaitu pribadi yang tidak dikontrol oleh trauma dan konflik masa lalu. Pribadi ini didorong ke depan oleh suatu visi dan misi itu mempersatukan kepribadiaannya serta membawanya melewati tantangan demi tantangan yang terus bertambah. Kebahagiaan bukan merupakan tujuan utama. Kebahagiaan hanyalah merupakan hasil sampingan dari proses mencapai tujuan. Pribadi ini akan terus berusaha mencari motif-motif dan tujuan baru begitu tujuan lamanya tercapai.
(Sumber : Schultz, Duane. 1991. Psikologi Pertumbuhan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius). 

Setelah mengetahui apa itu pribadi sehat, berikut penjelasan mengenai kepribadian sehat menurut tiga mazhab :
1.      Aliran Psikoanalisa
Menurut Sigmund Freud, perilaku manusia merupakan hasil tiga sub sistem dalam kepribadian manusia yang disebutnya Id, Ego, Superego. Id adalah kepribadian yang menyimpan dorongan-dorogan biologis manusia, sementara Ego berfungsi menjembatanai tuntutan-tuntutan Id dengan realitas di dunia luar dan Superego adalah “polisi kepribadian yang mewakili dunia luar. Secara singkat, dalam psikoanalisis perilaku manusia merupakan interaksi antara komponen biologis (Id), komponen psikologis (Ego) dan komponen sosial (Superego) sehingga dapat dikatakan kepribadian yang sehat adalah pribadi yang mampu menyeimbangkan komponen-komponen tersebut.
(Sumber :  Rochman, K.L. 2010. Kesehatan Mental. Purwokerto : Fajar Media Press)

2.      Aliran Behavioristik
Behavioralisme lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme (yang menganalisis jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subjektif) dan juga psikoanalisa yang berbicara tentang alam bawah sadar yang tampak. Menurut kaum behavioralis prilaku manusia dikendalikan oleh faktor lingkungan dan organisme dilahirkan tanpa sifat-sifat sosial atau psikologis. Sementara kaum empirismi mengatakan manusia tidak mempunyai warna mental.
           
3.      Aliran Humanistik
          Menurut Fromm pedoman kepribadian sehat untuk tingkah laku bersifat internal dan individual. Orang bertingkah laku sesuai dengan apa yang cocok untuk berfungsi sepenuhnya dan menyingkap seluruh kepribadian, tingkah laku yang menghasilkan rasa persetujuan dan kebahagiaan dari dalam. Jadi, kepribadian sehat dan produktif memimpin dan mengatur diri sendiri.
(Sumber : Semiun, Y. (2006). Kesehatan Mental 1. Yogyakarta: Kanisius)


         Menurut Abraham Maslow pribadi atau individu yang sehat berbeda, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif dengan orang-orang lain berhubung dengan apa yang mendorong mereka. Hal ini menyebabkan maslow mengemukakan teori radikal, dia menyebut teori ini “metamotivation”. Menurutnya orang-orang yang neourotis dan orang-orang yang memiliki kesehatan jiwa yang normal berjuang untuk memuaskan kebutuhan yang lebih rendah, sebaliknya orang-orang yang sangat sehat memperhatikan kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi : memenuhi potensi-potensi mereka dan mengetahui serta memahami dunia sekitar mereka. Dalam hal ini metamotivation  orang tidak berusaha memperbaiki kekurangan-kekurangan atau mereduksi tegangan. Tujuannya ialah memperkaya dan memperluas pengalaman hidup, meningkatkan kesenangan dan kegenbiraan yang luar biasa dalam hidup.

(Sumber: Schultz, Duane. 1991. Psikologi pertumbuhan. Yogyakarta: Kanisius)

Tulisan 1 (Konsep Sehat, Sejarah Perkembangan Kesehatan Mental, Pendekatan Kesehatan Mental)

Ψ Konsep Sehat → Berbicara manusia berarti berbicara pula mengenai kehidupan, sebab manusia merupakan makhluk hidup yang sejatinya akan selalu mempertahankan kehidupannya, oleh karena itu manusia juga terkait erat dengan masalah kesehatan. Maka dari itu perlu bagi kita mengetahui tentang konsep sehat.
Sehari-hari kita menggunakan istilah sehat wal afiat untuk menyebut kondisi kesehatan yang prima, tetapi jika kita merujuk kepada asal istilah itu yakni “as shihhah wa al ‘afiyah” di situ ada dua dimensi pengertian. Kata “Sehat” merujuk pada fungsi, sedangkan kata “afiat” merujuk kepada kesesuaian dengan maksud pencipta.
(Sumber :  Rochman, K.L. 2010. Kesehatan Mental. Purwokerto : Fajar Media Press)

Konsep sehat sendiri ditinjau berdasarkan sudut pandang yang berbeda dibagi menjadi dua:
1.  Konsep sehat dipandang dari sudut fisik secara individu dan
2.  Konsep sehat dipandang dari sudut ekologi
Konsep sehat secara fisik dan bersifat individu ialah “seseorang dikatakan sehat bila semua organ tubuh dapat berfungsi dalam batas-batas normal sesuai dengan umur dan jenis kelamin”. Kesulitan yang dihadapi konsep ini adalah penentuan “normal” masih belum dapat dibakukan
Konsep sehat berdasarkan ekologi ialah “sehat berarti proses penyesuaian antara individu dengan lingkungannya. Proses penyesuaian ini berjalan terus menerus dan berubah-ubah sesuai dengan perubahan lingkungan yang mengubah keseimbangan ekologi dan untuk mempertahankan kesehatannya orang dituntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan”. (Sumber : Dudiarto, Eko. & Dewi, Anggraeni. 2001. Pengantar Epidemologi.  Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC)

Ψ Sejarah Kesehatan mental → Karena dari pembahasan diatas kita sudah mengetahui mengenai konsep sehat maka selanjutnya pembahasan akan beralih ke tema tentang kesehatan mental yang memang merupakan pembahasan pokok yang saya tulis kali ini.  Langgulung (dalam Rochman, L.k., 2010: 3) mengatakan secara umum secara historis kajian kesehatan mental dibagi menjadi dua periode, yaitu periode pra-ilmiah dan periode ilmiah. Disini saya mencoba membahas beberapa periode tersebut secara ringkas.
1.  Periode Pra-ilmiah
      Sikap terhadap gangguan kepribadian atau mental telah muncul dalam konsep primitif animisme, awalnya  orang yunani percaya bahwa gangguan mental terjadi karena Dewa marah dan membawa pergi jiwanya. Kemudian pandangan ini berubah pada Zaman Hipocrates (460-467) menjadi naturalisme, pandangan naturalistik  ini kemudian dikembangkan oleh Galen yang selanjutnya banyak dipergunakan oleh orang-orang kristen. Seorang dokter dari Prancis bernama Philipe Pinel juga pernah menggunakan filsafat politik dan sosial untuk memecahkan problem penyakit mental.
2.  Periode Ilmiah
      Pada era ini, terjadi perubahan besar dalam memendang sikap dan pengobatan gangguan mental, dari yang tadinya bersifat irrasional seperti animisme atau tradisional menjadi ilmiah atau rasional. Itu semua terjadi ketika psikologi abnormal serta psikiatri mulai berkembang di Amerika Serikat sekitar tahun 1783. Ketika itu Benyamin Rush seorang staf medis Rumah Sakit Penisylvania melakukan usaha yang sangat berguna untuk memahami orang-orang yang mengalami gangguan mental dengan memberikan motivasi untuk mau bekerja, rekreasi dan mencari kesenangan sehingga tidak ada lagi perlakuan diskriminatif dengan memenjarakan penderita gangguan mental di sel yang kurang akan ventilasi udara. Perkembangan psikologi abnormal serta psikiatri pada akhirnya juga melahirkan mental hygiene atau kesehatan mental yang dirintis oleh Dorothea Lynde Dix dan Clifford Whittingham Beers. Pada tahun 1909 kesehatan mental secara formal mulai muncul, hal tersebut diiringi dengan bermunculannya organisasi kesehatan mental yang terus bertambah pada tahun 1950, lalu terbentuklah beberapa gerakan yang dikembangkan melalui World Federation for Mental Health dan World Health Organization.
     (Sumber :  Rochman, K.L. 2010. Kesehatan Mental. Purwokerto : Fajar Media Press)

Ψ Pendekatan Kesehatan Mental → Dalam kesehatan mental ada beberapa para ahli yang mengemukakan semacam orientasi umum dan pola-pola wawasan kesehatan mental, salah satunya yaitu Saparinah Sardli (dalam Suroso, 2001: 132) yang mengemukakan tiga orientasi kesehatan mental.
1.  Orientasi Klasik
Seseorang dianggap sehat bila ia tidak mempunyai keluhan tertentu seperti ketegangan, rasa lelah, cemas, rendah diri atau perasaan tidak berguna yang semuanya menyembulkan perasaan sakit atau rasa tidak sehat, serta mengganggu efisiensi kegiatan sehari-hari.
2.  Orientasi Penyesuaian Diri
Seseorang dianggap sehat mental bila ia mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan orang-orang lain serta lingkungan sekitarnya
3.  Orientasi Pengembangan Diri
Seseorang dianggap mencapai taraf kesehatan jiwa, bila ia mendapat kesempatan untuk mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan sehingga ia bisa dihargai oleh orang lain dan dirinya sendiri.
(Sumber :  Rochman, K.L. 2010. Kesehatan Mental. Purwokerto : Fajar Media Press)