Ψ Menurut Mowrer
(1953), konseling berhubungan dengan
usaha mengatasi klien yang mengalami gangguan kecemasan biasa (normal anxiety), sedangkan psikoterapi berusaha menyembuhkan
klien atau pasien yang menderita neurosis-kecemasan.
Ψ Berdasarkan tujuannya,
konseling bertujuan membantu
seseorang dalam menghadapi tugas-tugas perkembangan agar bisa berlangsung
lancar. Hahn & MacLean (1955), mengemukakan mengenai tujuan konseling,
yakni menitik beratkan pada upaya pencegahan agar penyimpangan yang merusak
dirinya tidak timbul. Sedangkan psikoterapi terlebih dahulu
menangani penyimpangan yang merusak dan baru kemudian menangani usaha
pencegahannya.
Blocher (1966)
membedakan koseling dan psikoterapi dengan melihat pada tujuannya, secara
singkat sebagai berikut :
1.
Pada konseling : developmental
– educative – preventive
2.
Pada psikoterapi : remediative
– adjustive – therapeutic
Sementara itu mengenai
Klien dan Konselor, Blocher (1966) mengemukakan ciri-cirinya untuk
memberikan antara konseling dan psikoterapi sebagai berikut :
1.
Klien yang menjalani konseling tidak digolongkan sebagai
penderita penyakit jiwa, tetapi dipandang sebagai seseorang yang mampu memilih
tujuan-tujuannya membuat keputusan dan secara umum bisa bertanggung jawab
terhadap perbuatannya sendiri dan terhadap hari depannya.
2.
Konseling dipusatkan pada keadaan sekarang dan yang akan datang.
3.
Klien adalah klien dan bukan pasien. Konselor bukanlah
tokoh otoriter namun adalah seorang “pendidik” dan “mitra” dari klien dalam
melangkah bersama untuk mencapai tujuan.
4.
Konselor tidaklah netral secara moral atau tidak bermoral,
melainkan memiliki nilai-nilai, perasaan dan normanya sendiri, meskipun
konselor tidak perlu memaksakan hal ini kepada kepada klien, namun ia juga
tidak menurutinya.
5. Konselor memusatkan pada perubahan perilaku, tidak hanya
menumbuhkan pengertian.